QUO VADIS PERUSAHAAN PENCEMAR
DANAU TOBA, HARUSKAH DITUTUP ?
OLEH Ir. ROLAND HUTAJULU
Cukup membanggakan perhatian tokoh masyarakat, pejabat dan politikus
tentang eksistensi Danau Toba saat ini, terutama berkaitan dengan pencemaran
yang terjadi di danau Toba. Hanya saja sangat disayangkan bahwa
pernyataan-pernyataan yang disampaikan belum mengarah kepada solusi pemecahan
persoalan yang sedang terjadi. Tapi lebih cenderung hanya menyalahkan saja, baik itu kepada pemerintah, perusahaan dan masyarakat tertentu.
Khusus bagi perusahaan yang dianggap sebagai penyumbang pencemaran danau Toba, selalu diminta untuk segera ditutup.
Salah satu perusahaan yang dianggap penyumbang pencemaran danau Toba
adalah Perusahaan Peternakan PT ALLEGRINDO NUSANTARA (PT AN), yaitu dengan membuang
limbah kotoran ternak baik yang padat maupun cair secara langsung ke danau Toba, sehingga Perusahaan ini
perlu segera ditutup untuk mencegah pencemaran di danau Toba.
Dari berbagai sumber termasuk dunia maya atau internet. Dari informasi yang saya temukan ternyata PT AN terletak di Kelurahan
Tiga Runggu Kecamatan Purba
telah membuang limbah cair ke
danau Toba selama 16 tahun ini sebesar 1.200 m3 per hari dikali 365
hari dikali 16 tahun yaitu 7.008.000 m3. Dan limbah padat sebesar
60.000 kg per hari dikali 365 hari dikali 16 tahun sama dengan 350.400.000 kg.
Saya tertarik dengan permasalahan ini, mengapa sebegitu kejamnya
perusahaan tersebut membuang limbah kotoran ternak langsung ke danau Toba,
sementara kotoran ternak tersebut baik cair maupun padat sangat dibutuhkan oleh
para petani untuk menjadi pupuk organik. Perlu diketahui, bahwa sepanjang perjalanan
dari Kaban Jahe sampai ke Simarjarunjung (± 90 Km) adalah lahan pertanian dengan
komoditi sayur-sayuran, kopi dan jeruk yang membutuhkan ribuan ton pupuk
organik per bulan.
Tidak jauh dari lokasi PT AN, Japolin Purba pemilik warung kopi
berkesempatan berbincang-bincang dengan penulis. Sebagai Ketua RT 20 Desa SAHALA
Kelurahan Tiga Runggu, Kecamatan Purba. Japolin dan Jatin
menjelaskan bahwa dulu perusahaan memberikan
bantuan kepada masyarakat seperti rehabilitasi gereja Katolik,
gereja HKBP dan gereja GKPS. Membangun MCK, sarana air bersih, rehabilitasi
puskesmas, sekolah dan membangun jalan kampung, bantuan perlengkapan pertanian,
membangun jaringan semua listrik sampai keperkampungan, membangun listrik
genset jika PLN bermasalah, perbaikan jembatan, discount khusus untuk pembelian
babi untuk pesta adat dan kemalangan, bantuan obat-obatan dan penyuluhan
pertanian, rehabilitasi Kantor Camat Purba, Kantor Polsek Purba dan sekolah,
bea siswa untuk siswa yang berprestasi mulai dari SD,SMP,SMA.
Tentang limbah
berupa kotoran ternak baik berupa limbah padat (feses) maupun limbah cair
(urine), Pak Jatin dan pak Japolin menyampaikan, “Perusahaan memang sudah
melakukan pengolahan limbah dan limbah padat dijadikan kompos, kami masyarakat sebenarnya
lebih suka dengan kotoran ternak yang masih mentah”, kemudian disampaikan lagi
bahwa limbah cair (urine) yang sudah ditampung beberapa hari di kolam, sangat baik
sebagai pupuk daun. “sebenarnya hal ini sudah sering kami sampaikan pada
perusahaan” kata pak Jatin. “baru-baru ini ada PANJA di DPRD Kabupaten
Simalungun, yang menghasilkan beberapa kesepakatan berupa
bantuan perusahaan, namun
kesepakatan tersebut tidak termasuk Desa SAHALA, akan tetapi hanya untuk masyarakat
Desa Urung Panei I dan Urung Panei II, sementara kami yang juga berdekatan dengan perusahaan tidak
dilibatkan” seru pak Jatin kembali. Menyangkut apakah ada dalam kesepakatan
tersebut yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah atau kotoran ternak, Jatin
menjawab bahwa dalam kesepakatan tersebut, berkaitan dengan limbah padat, adalah
berupa KOMPOS yang diberikan gratis kepada masyarakat Urung Panei I, Urung
Panei II dan Simpang Naga Panei sebanyak 10 truk colt diessel untuk setiap RT
setiap minggu. “Berarti untuk Desa SAHALA tidak kebagian kompos
dong” ujar saya kepada mereka,
“makanya kami protes kepada Camat Purba, mengapa kami tidak dilibatkan” jawab
pak Jatin kembali. “sebenarnya terkait dengan persoalan limbah terutama kotoran ternak,
kalau PIMPINAN PERUSAHAAN mau duduk bersama dengan MASYARAKAT, tidak akan ada
masalah” kata pak Jatin kembali yang juga di amini oleh pak Japolin. “dulu
perusahaan banyak memperhatikan masyarakat setempat, akan tetapi setelah ada
perubahan manajemen, maka kepedulian perusahaan menjadi berkurang banyak” sahut
pak Japolin. Adanya pemberian kompos kepada masyarakat yang tidak merata,
menjadi persoalan yang cukup serius, sehingga bagi masyarakat yang tidak
kebagian kompos, mencari celah untuk menekan perusahaan,
kata pak Jatin lagi.
Jika diasumsikan
Peternakan tersebut akan menghasilkan limbah padat sebanyak 60.000 kg per hari. Dengan mengandaikan
kotoran (feses) mentah dikumpul langsung kedalam karung, maka untuk 60.000 kg limbah
tersebut diperkirakan membutuhkan 60 HOK/hari atau sekitar Rp. 100.000.000,- per bulan.
Kemudian untuk penanganan limbah cair sebesar 1.200 m3 per hari,
dari proses pengolahan di kolam sampai didistribusikan ke masyarakat dengan
menggunakan mobil Tanki diasumsikan membutuhkan biaya sebesar Rp. 120.000.000,- per bulan, maka total pengeluaran perusahaan untuk
menangani limbah (FESES dan URINE) adalah
Rp. 220.000.000,-
per bulan.
Dengan biaya
tersebut, perusahaan
saya perkirakan
masih mendapatkan kontribusi margin yang cukup untuk setiap bulannya. Dan limbah
Peternakan tersebut dapat semuanya digunakan masyarakat menjadi pupuk organik. Dengan demikian dapat dicegah pencemaran limbah Peternakan PT AN ke danau Toba.
Jika memang
masyarakat lebih membutuhkan limbah padat (feses) mentah, yang selanjutnya
diolah sendiri oleh masyarakat menjadi pupuk organik, maka PT AN sebenarnya tidak perlu mengolah limbah
(kotoran) ternak dengan biaya besar.
PT AN harus menata kembali pogram bantuan sosial kepada masyarakat sebagaimana pernah dilakukan
sebelumnya, dengan menyisihkan sedikitnya sebesar 5% dari
Laba Perusahaan. Agar program bantuan sosial tersebut
menjadi tepat guna dan tepat sasaran, PT AN harus melibatkan masyarakat dan PEMDA setempat untuk
ikut dalam perencanaan.
Issu yang berkembang tentang PT AN yang membuang limbah langsung ke
danau Toba, lebih banyak disebabkan karena distribusi
pemberian kompos yang tidak diatur sedemikian rupa, sehingga ada yang kebagian
ada yang tidak, demikian juga bantuan sosial kepada masyarakat yang tidak
merata.
Apabila penanganan
limbah dapat diatasi dengan baik, melalui kerja sama dengan masyarakat, maka PT AN masih perlu dipertahankan, mengingat
peranan PT AN kepada masyarakat setempat, khususnya berkaitan
suplai ternak babi untuk acara adat (pesta), sangat diharapkan.
TULISAN INI TELAH
DIMUAT DI HARIAN SINAR INDONESIA BARU TGL 5 OKTOBER 2012