Rabu, 29 November 2017

ARTI PELAYAN DI MATA TUHAN YESUS

ARTI PELAYAN DI MATA TUHAN YESUS

Lukas 17, 7-10
Pnt. Ir. Roland Dotor Hutajulu

17:7 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
17:8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.
17:9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
17:10 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."

Yesus menyampaikan hal ini kepada kita sebagai pelayan atau hamba Tuhan, dengan maksud bahwa ada kriteria dan indikator yang harus dipahami seorang pelayan dalam melakukan tugas pelayanannya.

Hal yang pertama yang perlu kita pahami adalah disaat kita sudah melakukan tugas dengan baik dan juga dengan kerja keras, kita sebagai pelayan tidak diperkenankan menuntut upah atau hak terlebih dahulu, walaupun seharusnya sudah layak kita dapatkan, dan kita tidak boleh menolak pekerjaan pelayanan berikutnya, apa bila kita masih dibutuhkan atau masih diperlukan lagi. Kita harus tunduk dan patuh atas otoritas tuan yang kita layani sekalipun kekuatan dan kemampuan kita sudah terbatas bahkan kurang mampu melakukannya.

Hal yang kedua yang perlu dipahami adalah, pekerjaan yang sudah kita lakukan semaksimal mungkin, kita harus sadari bahwa itu adalah kewajiban yang memang selayaknya kita lakukan, sehingga kita tidak perlu mengharapkan imbalan baik berupa penghargaan atau pujian.

Hal yang ketiga adalah, kita sebagai pelayan tidak diperbolehkan membanding-bandingkan kualitas pelayanan kita dengan pelayanan orang lain, demikian juga upah atau hak yang kita terima tidak boleh dibandingkan dengan apa yang diterima orang lain.
Dengan uraian di atas seorang pelayan harus memiliki sifat yang rendah hati, dan seorang pelayan yang rendah hati setidaknya memiliki sifat:

1.    Tidak pernah menuntut

Prinsip pelayan Tuhan artinya kita bekerja untuk melayani Tuhan Allah dengan sepenuh hati, sehingga Allah semakin di muliakan di Bumi ini. Kita tidak perlu menuntut agar kita mendapat upah sesuai keinginan kita sendiri, karena Tuhan sendiri yang memberikan upah yang layak untuk kita. Sebagaimana tertulis dalam Kolose 3:24 disebut “Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya”.

Sebagai pelayan Tuhan, perlu kita memperhatikan seperti yang dikatakan Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 9, 17  “Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku.”

Dengan demikian sebagai pelayan kita tidak perlu menuntut dari Jemaat atau Gereja tentang imbalan atau penghargaan atas pelayanan kita tersebut, karena pelayan atau pekerja di ladang Tuhan, pada saatnya mendapat upah atau imbalan yang wajar sesuai kehendak Tuhan.

2.    Tidak minta diperlakukan istimewa

Dewasa ini, ada kecenderungan kalau sudah menjadi Diaken/penatua atau sintua, menganggap dirinya lebih istimewa dari jemaat. Anggapan ini disebabkan bahwa penatua atau sintua adalah suatu jabatan penting dalam organisasi gereja, persepsi ini didalam kehiduapan social dan kehidupan kemasyarakatan menganggap seorang penatua atau sintua selalu diperlakukan sebagai orang yang  harus didahulukan (prioritas).

Pemikiran seperti ini perlu dirubah oleh pelayan sendiri, karena sesungguhnya kita harus terlebih dahulu mengutamakan yang lain baru kita sebagai pelayan mendapat giliran berikutnya. Seorang pelayan tidak perlu harus menjaga image atau gengsi dalam melakukan sesuatu, sekalipun itu kurang terhormat dimata orang lain, jika pekerjaan itu untuk kemuliaan Nama Tuhan.



3.    Tidak iri melihat orang lain lebih diberkati.

Banyak contoh yang dapat kita pelajari dalam Alkitab tentang iri hati, dan kita ketahui munculnya dosa pun dimulai dari iri hati. Dalam kitab Kejadian kita dapat melihat bahwa ketika Hawa dipengaruhi oleh Iblis, dengan menggoda Hawa, yaitu dengan kalimat yang menyatakan bahwa buah yang dilarang itu bukan untuk menyebabkan kematian namun untuk mengetahui apa yang baik dan buruk seperti  Allah, Hawa merasa iri dan ingin seperti Allah dapat merasakan seperti apa sebenarnya mengetahui yang baik dan yang buruk tersebut, maka buah tersebut dimakan. Demikian juga Kain dan Habil, merasa iri atas persembahan Habil yang disukai oleh Allah, sampai membunuh adiknya sendiri. Kemudian cerita tentang Yusuf dalam Kejadian 37, dimana saudara-saudara Yusuf merasa iri atas perlakuan istimewa dari bapak mereka Yakub kepada Yusuf, terlebih ketika mereka mendengar mimpi Yusuf, sehingga Yusuf hendak mereka bunuh, walaupun jadinya dijual ke orang lain (Keturunan Ismael). Selanjutnya cerita Yesus tentang anak hilang (Lukas 15), dimana si anak sulung iri sama adiknya yang diperlakukan bapaknya istimewa, walaupun adiknya sudah menyusahkan orang tuanya, sehingga si anak sulung tidak mau ikut serta ke pesta syukuran yang  diadakan bapaknya. Kemudian dalam Perumpamaan Yesus tentang orang-orang upahan di Kebun Anggur (Mateus 20) orang yang bekerja pukul 09.00 pagi iri terhadap orang bekerja mulai pukul 03.00 petang, karena upah yang diberikan pemilik kebun sama dengan mereka.

Kita sebagai pelayan tidak seharusnya iri atau cemburu terhadap orang lain yang lebih diberkati daripada kita, karena apa yang seharusnya kita terima adalah sepenuhnya otoritas dan wewenang Allah, karena kita yakin bila Tuhan berkenan atas pelayanan kita, kita akan menerima mahkota yaitu keselamatan “Mazmur 149:4 Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan”.

=================//////=================