MENGHARAP ORANG BATAK JADI PEMIMPIN
SUMUT 2013-2018
Oleh: Ir. Roland Hutajulu
Ada kebanggaan tersendiri bagi saya sebagai orang Batak, setelah melihat
dan memperhatikan banyaknya orang Batak yang mencalonkan diri untuk menjadi
Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018, setidak-tidaknya ada 11 orang Batak
yang mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 yang
saya ketahui melalui media massa, yaitu, 1) Amri Tambunan, 2) Azmyn Yusri
Nasution, 3) Benny Pasaribu, 4) Bintatar Hutabarat, 5) Cornel Simbolon, 6)
Chairuman Harahap, 7) Darmayanti Lubis, 8) Gus Irawan Pasaribu, 9) R E
Nainggolan, 10) Sutan Bhatugana Siregar, dan 11) Syarul Siregar. Dalam hal ini saya
tidak membedakan apakah orang itu Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Karo atau
Sub etnis Batak lainnya. Saya hanya melihat bahwa etnis Batak memang sudah
waktunya diberi kesempatan untuk memimpin Sumatera Utara, yang dapat memberikan
contoh pemimpin Sumatera Utara yang
sesungguhnya, karena orang Batak memiliki falsafah Pemimpin yang handal yaitu “
silehon parhorason, silehon
pasu-pasuan, pamuro so mattat sior, parmahan somattat batahi, sitiop patik sijujur ni ninggor,
sitiop uhum sitingkos ni ari, na maniop gurat panorusi, raja ni ihot ni uhum, namora ni ihot ni hosa, sihorus naguk-guk, si gohi na
longa, parjaga-jaga di bibir, par pustaha ditolonanna”. Dengan menerapkan falsafah ini Propinsi Sumatera Utara akan dapat menjadi
Propinsi yang penuh berkat, penuh kedamaian dan bebas dari KKN, melalui Pemimpin
yang punya komitmen, yang menjung-jung tinggi nilai keadilan dan kebenaran, yang penuh hikmat, serta konsisten antara
ucapan dengan perbuatan.
Dari 11 orang Batak tersebut, saya pandang memiliki kompetensi dan
integritas yang cukup bagus, dengan memperhatikan latar belakang karier mereka yang
cukup kompantibel menjadi pemimpin daerah setaraf Gubernur, sehingga dengan menerapkan
falsafah pemimpin sebagaimana saya sebutkan di atas, maka menurut saya 11 orang
tersebut, cukup mampu untuk memimpin Propinsi Sumatera Utara dengan baik.
Bukan menjadi rahasia umum, bahwa setiap calon yang akan tampil dalam
pertarungan memperebutkan orang nomor satu di Pemerintahan, pasti mengeluarkan
dana yang cukup besar mulai dari proses pencalonan sampai masa kampanye
nantinya, bahkan besarannya dapat
mencapai diluar logika pikiran orang awam, sehingga patut dan layak diduga,
bahwa untuk mengembalikan dana atau biaya tersebut, nantinya yang bersangkutan
akan mencarikan dari berbagai sumber ketika yang bersangkutan sudah jadi Kepala
Pemerintahan, yang cenderung dengan cara yang kurang terpuji.
Hal ini tentunya perlu dihindari, agar jangan ada kesan, bahwa orang
Batak itu termasuk orang “sipanggaron”
dalam artian, orang memaksakan diri diluar kemampuan normatifnya, baik
finansial maupun intelektualnya, oleh karena itu, yang bersangkutan untuk
menutupi kekurangannya, meminta bantuan dari orang lain, atau pengusaha atau
organisasi tertentu agar dana atau biaya yang dibutuhkan selama proses
pencalonan sampai Pilkada menjadi terpenuhi.
Patut dan layak diduga, jika cara seperti ini yang terjadi, maka pada
saat yang bersangkutan menjadi pemenang Pilkada atau Gubernur, maka visi dan
misi serta janji yang dikobarkan atau didengungkan pada saat sosialisasi dengan
masyarakat, kemungkinan besar tidak akan jalan.
Mengapa saya berani mengatakan demikian, karena pengaruh penyandang dana
tersebut, baik itu pribadi, organisasi atau pengusaha atau yang lainnya, pasti
akan melakukan intervensi untuk kepentingan mereka, ketika yang bersangkutan
sudah duduk menjadi Gubernur.
Tidak sedikit contoh yang sudah terjadi seperti ini di Tanah Air kita
ini. Mungkin saja secara pribadi, Gubernur terpilih masih memegang komitmen dan
konsisten terhadap apa yang disampaikan pada saat kampanye sebelumnya, hanya
saja kita meragukan, pada saat yang bersangkutan hendak mengimplementasikan
janji-janjinya tersebut, intervensi dari berbagai pihak sebagaimana saya
sebutkan tadi, dapat merubah sebagian besar arah dan kebijakan yang sudah ditetapkan
sebelumnya, bahkan ada yang sampai bertentangan.
Oleh karena itu, saya berpikir, apakah memungkinkan kita masyarakat Batak,
sepakat untuk mengajukan satu orang
saja dari orang Batak menjadi calon Gubernur Sumut Periode 2013-2018, yang tentunya
sudah melalui seleksi sedemikian rupa, sehingga pada saat Pilkada, diharapkan
sudah mendapat dukungan penuh dari masyarakat Batak.
Berdasarkan pengamatan pada Pilkada Propinsi maupun Pilkada Kabupaten/Kota
sebelumnya, karakteristik orang Batak jikalau sudah melihat identitas calon,
maka muncul sifat ismenya, seperti Famili-isme, Marga-isme, Sub Etnis-isme, dan
isme-isme lainnya. Hal ini dapat membuat orang Batak tidak lagi berpikir
rasional untuk menentukan pilihannya, dan akan lebih parah lagi kalau sudah dipengaruhi
politik uang.
Ada lagi kekhawatiran saya, kalau calon Gubernur dari orang Batak nantinya
betul-betul cukup banyak “katakanlah 5 sampai 7 orang”, maka hal ini berpeluang
menciptakan keretakan atau perpecahan diantara kita orang Batak, baik yang sementara maupun yang permanen.
Contoh perpecahan seperti ini, sudah pernah terjadi di lingkungan orang Batak
belasan tahun yang lalu, yang pengaruhnya sampai saat ini masih terasa, dimana
pada saat itu ada peristiwa dukung-mendukung terhadap orang yang berbeda, maka ada
satu keluarga yang anggota keluarganya mendukung orang yang berbeda, menjadi
tidak teguran dalam jangka waktu yang lama, demikian juga dalam satu marga atau
satu kelompok masyarakat mendukung orang yang berbeda, juga terjadi pertikaian
yang permanen.
Saya punya keyakinan, bahwasanya kita masyarakat Batak, sebenarnya punya
kemampuan membentuk Forum Musyawarah Masyarakat Batak untuk mengambil satu
kesepakatan bersama dalam rangka menentukan siapa satu orang calon Gubernur
yang akan maju dalam bursa Pilkada Gubernur Sumut periode 2013-2018 nantinya.
Atau setidak-tidaknya saya mengusulkan dari 12 orang yang mencalonkan diri
menjadi Gubernur tersebut, dapat duduk bersama untuk membentuk Forum Musyawarah
seperti yang saya sebutkan di atas.
Forum inilah yang akan mengatur bagaimana proses atau penyaringan untuk
memilih atau menetapkan satu calon Gubernur dari orang Batak yang sudah melibatkan
masyarakat Batak secara objektif, yang akan didukung dalam Pilkada Gubernur Sumut
nantinya.
Proses ini saya harap akan dapat berjalan elegan, dengan menghidari
money-politic (politik uang) untuk mendidik masyarakat Batak agar tidak menjadi
berbudaya materialis, karena saya yakin
tokoh masyarakat Batak yang mencalonkan diri menjadi Gubernur, motivasinya
adalah untuk membangun Sumatera Utara dengan baik, bukan untuk mencari
kehormatan (hasangapon) semata.
Dengan demikian Sumatera Utara akan dapat menjadi contoh yang baik bagi
Propinsi lain, karena dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif, dan yang
memberdayakan setiap komponen di lingkup Sumatera Urata secara sinergi, untuk bersama-sama
membangun Sumatera Utara ke arah yang
lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua dan melindungi
Sumatera Utara dari saat ini sampai selamanya.
Opini ini sudah dimuat di Koran Sinar Indonesia Baru (SIB) tanggal 27
Juni 2012