Senin, 02 Juli 2012

Mengharap Orang Batak Jadi Pemimpin SUMUT


MENGHARAP ORANG BATAK JADI PEMIMPIN SUMUT 2013-2018
Oleh: Ir. Roland Hutajulu

Ada kebanggaan tersendiri bagi saya sebagai orang Batak, setelah melihat dan memperhatikan banyaknya orang Batak yang mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018, setidak-tidaknya ada 11 orang Batak yang mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 yang saya ketahui melalui media massa, yaitu, 1) Amri Tambunan, 2) Azmyn Yusri Nasution, 3) Benny Pasaribu, 4) Bintatar Hutabarat, 5) Cornel Simbolon, 6) Chairuman Harahap, 7) Darmayanti Lubis, 8) Gus Irawan Pasaribu, 9) R E Nainggolan, 10) Sutan Bhatugana Siregar, dan 11) Syarul Siregar. Dalam hal ini saya tidak membedakan apakah orang itu Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Karo atau Sub etnis Batak lainnya. Saya hanya melihat bahwa etnis Batak memang sudah waktunya diberi kesempatan untuk memimpin Sumatera Utara, yang dapat memberikan contoh pemimpin  Sumatera Utara yang sesungguhnya, karena orang Batak memiliki falsafah Pemimpin yang handal yaitu “ silehon parhorason, silehon pasu-pasuan, pamuro so mattat sior, parmahan somattat batahi, sitiop patik sijujur ni ninggor, sitiop uhum sitingkos ni ari, na maniop gurat panorusi, raja ni ihot ni uhum, namora ni ihot ni hosa, sihorus naguk-guk, si gohi na longa, parjaga-jaga di bibir, par pustaha ditolonanna”. Dengan menerapkan falsafah ini Propinsi Sumatera Utara akan dapat menjadi Propinsi yang penuh berkat, penuh kedamaian dan bebas dari KKN, melalui Pemimpin yang punya komitmen, yang menjung-jung tinggi nilai keadilan dan kebenaran,  yang penuh hikmat, serta konsisten antara ucapan dengan perbuatan.

Dari 11 orang Batak tersebut, saya pandang memiliki kompetensi dan integritas yang cukup bagus, dengan memperhatikan latar belakang karier mereka yang cukup kompantibel menjadi pemimpin daerah setaraf Gubernur, sehingga dengan menerapkan falsafah pemimpin sebagaimana saya sebutkan di atas, maka menurut saya 11 orang tersebut, cukup mampu untuk memimpin Propinsi Sumatera Utara dengan baik.
Bukan menjadi rahasia umum, bahwa setiap calon yang akan tampil dalam pertarungan memperebutkan orang nomor satu di Pemerintahan, pasti mengeluarkan dana yang cukup besar mulai dari proses pencalonan sampai masa kampanye nantinya, bahkan  besarannya dapat mencapai diluar logika pikiran orang awam, sehingga patut dan layak diduga, bahwa untuk mengembalikan dana atau biaya tersebut, nantinya yang bersangkutan akan mencarikan dari berbagai sumber ketika yang bersangkutan sudah jadi Kepala Pemerintahan, yang cenderung dengan cara yang kurang terpuji.

Hal ini tentunya perlu dihindari, agar jangan ada kesan, bahwa orang Batak itu termasuk orang “sipanggaron” dalam artian, orang memaksakan diri diluar kemampuan normatifnya, baik finansial maupun intelektualnya, oleh karena itu, yang bersangkutan untuk menutupi kekurangannya, meminta bantuan dari orang lain, atau pengusaha atau organisasi tertentu agar dana atau biaya yang dibutuhkan selama proses pencalonan sampai Pilkada menjadi terpenuhi.

Patut dan layak diduga, jika cara seperti ini yang terjadi, maka pada saat yang bersangkutan menjadi pemenang Pilkada atau Gubernur, maka visi dan misi serta janji yang dikobarkan atau didengungkan pada saat sosialisasi dengan masyarakat, kemungkinan besar tidak akan jalan.
Mengapa saya berani mengatakan demikian, karena pengaruh penyandang dana tersebut, baik itu pribadi, organisasi atau pengusaha atau yang lainnya, pasti akan melakukan intervensi untuk kepentingan mereka, ketika yang bersangkutan sudah duduk menjadi Gubernur.

Tidak sedikit contoh yang sudah terjadi seperti ini di Tanah Air kita ini. Mungkin saja secara pribadi, Gubernur terpilih masih memegang komitmen dan konsisten terhadap apa yang disampaikan pada saat kampanye sebelumnya, hanya saja kita meragukan, pada saat yang bersangkutan hendak mengimplementasikan janji-janjinya tersebut, intervensi dari berbagai pihak sebagaimana saya sebutkan tadi, dapat merubah sebagian besar arah dan kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya, bahkan ada yang sampai bertentangan.

Oleh karena itu, saya berpikir, apakah memungkinkan kita masyarakat Batak, sepakat untuk   mengajukan satu orang saja dari orang Batak menjadi calon Gubernur Sumut Periode 2013-2018, yang tentunya sudah melalui seleksi sedemikian rupa, sehingga pada saat Pilkada, diharapkan sudah mendapat dukungan penuh dari masyarakat Batak.

Berdasarkan pengamatan pada Pilkada Propinsi maupun Pilkada Kabupaten/Kota sebelumnya, karakteristik orang Batak jikalau sudah melihat identitas calon, maka muncul sifat ismenya, seperti Famili-isme, Marga-isme, Sub Etnis-isme, dan isme-isme lainnya. Hal ini dapat membuat orang Batak tidak lagi berpikir rasional untuk menentukan pilihannya, dan akan lebih parah lagi kalau sudah dipengaruhi politik uang.

Ada lagi kekhawatiran saya, kalau calon Gubernur dari orang Batak nantinya betul-betul cukup banyak “katakanlah 5 sampai 7 orang”, maka hal ini berpeluang menciptakan keretakan atau perpecahan diantara kita orang Batak,  baik yang sementara maupun yang permanen. Contoh perpecahan seperti ini, sudah pernah terjadi di lingkungan orang Batak belasan tahun yang lalu, yang pengaruhnya sampai saat ini masih terasa, dimana pada saat itu ada peristiwa dukung-mendukung terhadap orang yang berbeda, maka ada satu keluarga yang anggota keluarganya mendukung orang yang berbeda, menjadi tidak teguran dalam jangka waktu yang lama, demikian juga dalam satu marga atau satu kelompok masyarakat mendukung orang yang berbeda, juga terjadi pertikaian yang permanen.

Saya punya keyakinan, bahwasanya kita masyarakat Batak, sebenarnya punya kemampuan membentuk Forum Musyawarah Masyarakat Batak untuk mengambil satu kesepakatan bersama dalam rangka menentukan siapa satu orang calon Gubernur yang akan maju dalam bursa Pilkada Gubernur Sumut periode 2013-2018 nantinya. Atau setidak-tidaknya saya mengusulkan dari 12 orang yang mencalonkan diri menjadi Gubernur tersebut, dapat duduk bersama untuk membentuk Forum Musyawarah seperti yang saya sebutkan di atas.

Forum inilah yang akan mengatur bagaimana proses atau penyaringan untuk memilih atau menetapkan satu calon Gubernur dari orang Batak yang sudah melibatkan masyarakat Batak secara objektif, yang akan didukung dalam Pilkada Gubernur Sumut nantinya.

Proses ini saya harap akan dapat berjalan elegan, dengan menghidari money-politic (politik uang) untuk mendidik masyarakat Batak agar tidak menjadi berbudaya materialis, karena  saya yakin tokoh masyarakat Batak yang mencalonkan diri menjadi Gubernur, motivasinya adalah untuk membangun Sumatera Utara dengan baik, bukan untuk mencari kehormatan (hasangapon) semata. Dengan demikian Sumatera Utara akan dapat menjadi contoh yang baik bagi Propinsi lain, karena dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif, dan yang memberdayakan setiap komponen di lingkup Sumatera Urata secara sinergi, untuk bersama-sama  membangun Sumatera Utara ke arah yang lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua dan melindungi Sumatera Utara dari saat ini sampai selamanya.

Opini ini sudah dimuat di Koran Sinar Indonesia Baru (SIB) tanggal 27 Juni 2012